‘Bruugghh!!’ “Aw!!” jerit ku. Saat ku buka mata, ternyata aku sudah mencium lantai dengan sukses! Sialan!
“Sialan..” kataku sembari mengusap kepala. Aku bangkit dan melihat jam di atas meja belajar. Satu detik, aku diam. Dua detik, masih diam. Tiga.. empat..tetap diam.. dan baru di detik kelima, rasanya seluruh nyawaku sudah berkumpul, mataku fokus pada 2 jarum yang bergerak seirama itu, kedua jarum berwarna merah, yang pendek berdiam di antara angka 6 , sedangkan yang panjang menunjuk tepat angka 12. Bayangannya ditangkap oleh kedua kornea mataku dan oleh saraf-sarafnya, bayangan itu ditransfer secara ’lambat’ ke syaraf pusat. Dan saat aku sadar…
“Waaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!! Aku telat! Aku kesiangan! Aku telaaaaaaaaattttttt!!!!!!” jerit ku spontan. Tanpa pikir panjang, dan sepertinya otakku bekerja 2x lebih cepat dari sebelumnya, aku langsung menyambar kain berwarna biru laut di kursi dan mengeluarkan jurus seribu langkahku menuju ke kamar mandi.
‘Braakk!’ pintu kamar mandi tertutup dengan ‘sangat-anggun’. Tak ku hiraukan ocehan saudara perempuan ‘tercinta’ku yang menggerutu karena aku menutup pintu dengan cara seperti itu. Aku mengguyurkan air ke seluruh tubuhku dengan sangat tergesa-gesa.
Lima menit kemudian—yah, malah gak ada lima menit—aku keluar dari kamar mandi.
Karena begitu tergesa-gesa, aku tak melihat ada kulit pisang di pintu dapur, saat aku berjalan-setengah-berlari untuk menyebrangi dapur dan mencapai kamarku, kulit pisang berwarna kuning terang itu tak memberi peringatan pada kedua mata kaki ku sehingga tanpa dikomando, tu kulit pisang terinjak dan akhirnyaaa…. Aku JATUH dengan sukses!
“Aaaaawwwww!!” aku menjerit lagi.
Ibuku yang sedang menyiapkan sarapan, bukannya menolong atau sekedar menanyakan kabarku, beliau malah terbahak melihat putrinya jatuh!
“Uh, ibu! Bukannya nolongin apa gimana. Malah ngetawain…” rintihku.
“Hahahaha… Iya-iya.. sini ibu bantu,”
Aku bangkit dan langsung melanjutkan berlari ke kamarku.
Tak ada lima menit. Benar-benar kurang dari lima menit, aku sudah berpakaian rapi. Entah kecepatan apa yang aku pakai, yang jelas di saat terdesak, aku bisa secepat kilat. Hahahaha…
“Bu, gak usah sarapan yah? Udah kesiangan banget nihh..”
“Iya.. bawa bekal aja nih,” ibuku-tersayang-nomor-satu-di-seluruh-dunia menyodorkan bungkusan bekal.
“Makasih, Bu. Assalamualaikum,”
“Wa’alaikumsalam. Ati-ati yaaa..”
“Okaaayyy… jadi mana nih angkotnyaaaaaaaa???” aku mulai emosi karena angkot yang biasanya pada ngantri buat aku naikin, di pagi ini, gak satupun nongol di hadapanku.
“Issshhh.. apa banget hari ini! Pagi-pagi udah sial gini!!” aku geram.
Dan tak lama kemudian –sebenarnya sih lama, lama banget malah—angkot berwarna biru berhenti di depanku. Tanpa pikir panjang aku langsung naik.
Betapa terkejutnya aku! Karena ternyata sebagian besar dari penumpang di angkot itu adalah BEBEK!!!!!!!! OhMyGod!!!!! Aku yang agak phobia sama bebek –phobia kok sama bebek?? Sumpah, gak elit banget—memekik pelan melihat makhluk bersuara cempreng-berwarna coklat-bermoncong hitam-itu!
‘Kwek..kwek..kwek..’ suara bebek begitu berisik, hampir membuat telingaku pecah –lebay—
Aku memasang muka sangat tidak bersahabat-cuek-sipe’-bete’-kusem-kucel-dll.dsb.dst.etc.
Tak tahan dengan bau bebek ‘yang khas’, aku menutup hidungku dengan dasi sekolah.
10 menit kemudian aku tiba di gang masuk sekolahku. Beuuuhh.. mesti jalan setengah kilometer baru sampe ke sekolah.
Aku berjalan terburu-buru karena udah kesiangan. Saat ku lihat jam di tanganku, waktu menunjukkan 07.00! beuh, 15 menit lagi sekolah udah masuk! Mampus dah, soalnya butuh 10 menit untuk sampai di sekolahku.
Saat sedang serius-seriusnya jalan, tak ku sadari ada genangan air di sampingku, dan bodohnya lagi aku tetep jalan saat ada sebuah motor dengan kekuatan cukup untuk menghancurkan tulang belakang bebek, lewat gitu aja di genangan air itu. Alhasil-walhasil-akibatnyaaaaaa…… tu motor mencipratkan air berwarna coklat ke rok sekolah kuuuuuu!!!!!!!!!!
Mulutku menganga, namun aku diam. Merasakan resapan air coklat itu di rok abu-abuku. Setelah beberapa saat, aku sadar, orang-orang di sekelilingku sudah terbahak karena ulah motor sialan-kurang ajar-gak punya sopan santun-gak berprikesiswian-gak tau diri itu!!!!!
“Ih sialaaaan!” aku bergumam. Aku berlalu meninggalkan ‘tempat kejadian perkara’ tanpa basa-basi. Udah malu stadium akhiiiiirrrr….!!!!
Sepanjang sisa perjalanan, aku hanya bisa menggerutu gak jelas. Udah kayak merapal mantra-mantra di novel Harry Potter deh pokoknya.
“Sialan, sialan, sialaaaaannn!!!!!” adalah 3 kata yang keluar dari mulutku saat aku sampai di sekolah, tepat saat bel sekolah berbunyi. Dengan rok yang sudah agak berubah warna, ku lewati gerban dan teman-teman yang melihatku pun bertanya-tanya ada apa dengan rokku.
“Roknya kenapa, Din?”
“Ehehe.. Cuma kecipratan air kok,” aku menjawab disertai dengan senyuman pahit.
Saat pelajaran pertama, BIOLOGI. Pelajaran yang super ngantukkin karena gurunya lebih mirip mendongeng ketimbang menjelaskan materi.
Si guru yang kurus macem capung air masuk ke kelas.
“Selamat pagi anak-anak,”
“Pagi, Bu,” satu kelas menjawab kompak.
Dan setelah itu, beliau duduk bersemedi—eh enggak—duduk di kursi guru, mulai mengeluarkan buku-buku jadulnya –yang aku kira lebih mirip primbon jawa—membuka halaman demi halaman dan menemukan satu pokok materi yaitu : SIKLUS PEREDARAN DARAH.
Setelah menemukannya, ia mulai bernyanyi sumbang—hahaha salah—ia mulai mendongeng—hehehe salah lagi—ia mulai menyampaikan materinya.
“Hoaaahhmmm,” aku menguap. Tapi gak Cuma aku! Teman-teman yang lain juga ngantuk kok.
Tak lama, ada seorang petugas TU datang ke kelas dan memanggil guru Biologi ku. Setelah berbincang-bincang sebentar, guru-capung-air minta izin keluar karena ada keperluan. Terang saja satu kelas bersorak kecil—iyalah gak mungkin bersorak besar, bisa-bisa kena oceh tu guru— untuk menyambut kepergiannya. Haha
Lalu tanpa dikomando pun, sekelas langsung ribut. Berbincang-bincang ini itu, main lempar-lemparan kertas, jalan-jalan ke sana ke mari, dll daah pokoknya.
Aku yang duduk di kursi paling depan, menyenderkan kursiku ke meja belakangku. Berniat ngobrol dengan kawan ku yang duduk tepat di balik punggungku.
Saat sedang asyik-asyiknya ngobrol, seorang temanku, Rio, menarik sedikit kursi yang ku duduki. Akibatnya, kursi yang udah miring 30o itu bertambah kemiringannya. Sialnya, tanganku ada di antara meja dan kursi yang bersenderan itu langsung terjepit!
Dan dengan spontan aku berteriak nyaring “Aw..aw..aw... aaaaaaaaaaawwwwwwwwwwww!!!”
Aku berteriak cukup panjang. Temanku, Sani, memanggil manggil aku. “Din, Din,”
Ternyata panggilan Sani itu untuk memperingatkan aku akan guru-capung-air yang udah masuk kelas lagi!!! OhMyGod!! Tu guru lewat gitu aja di belakangku. Beliau Cuma masuk untuk mengambil bukunya lalu berjalan sambil tertawa kecil. Tak diragukan lagi, belaiu menertawakan ku!!!!
Setelah guru biologi menghilang dari pandangan, gantian teman-teman sekelasku yang terbahak mengingat kejadian tadi! Yang tadinya badmood langsung ngakak, yang tadinya ngantuk jadi seger, yang tadinya diem jadi berisik, yang tadinya lemes jadi semangat, dan yang tadinya kebelet pip*s akhirnya ke toilet juga –yang ini mah udah jelas—hahaha
Aku pun tak bisa untuk tidak tertawa. Maka, di pagi itu, kelas XI IPA2 geger dengan jeritanku yang “aw..aw..aw.. aaaawwww!!”
Setelah itu, teman-teman malah mengucap terimakasih padaku!
“Makasih ya Din, udah bikin aku ketawa lagi… hahahahaha” mereka berkata seperti itu.
“Heee.. iya sama-sama,” jawabku sambil meringis. Sialan, secara tidak langsung mereka menganggapku pelawak..
Akhirnya, setelah 4 jam pelajaran-180 menit-10800 detik, bel istirahat berbunyi. Anak-anak sekelas masih meributkan ‘jeritanku’ yang fenomenal tadi.
Sebagian masih ada yang terbahak mengingatnya, dan sebagian menggeleng-gelengkan kepala. Heran karena aku menjerit di depan guru!
Dan inilah yang ditunggu-tunggu anak sekolah!! BEL PULANG!! Hoahoaaahahaha..
Aku pun berkemas untuk bersiap-siap pulang. Setelah keluar kelas, seperti biasa aku dan teman-teman terdekatku duduk di teras kelas. Kebetulan kelas ku sangat strategis, tepat di depan lapangan basket. Jadi ya gitu deeeehh.. Hehehe…
Tiba-tiba dari depan kantor, seorang temanku memanggil, setengah berteriak ia berkata “Din, sini bentar sihh!!”
“Apa?” tanyaku
“Ke sini geh.. mau ngomong bentar,” katanya lagi.
Sebagai teman yang baik hati-rajin menabung-suka membantu-dan tidak sombong, aku datang menghampirinya.
Setelah selesai berurusan dengan temanku, aku pun berjalan menuju ke depan kelasku lagi. Alangkah terkejutnya aku, setelah sampai di sana, tas tanganku sudah tak ada lagi di tempatnya!!!
“Lho, tas biru ku mana?”
“Hahaha.. Tuh Din, di tarok ama Rian di sono,” kata Rio
Aku melihat ke arah yang ditunjuk Rio. SIALAAAAAANNN!!! Tas biruku di taruh di atas pohon, dan sialnya lagi, si Rian milih pohon yang ada di depan kelas XII!!
“Riaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnn!!!!!!!!!” aku berteriak nyaring. Semua temanku menutup telinganya. “Tasku ambiillll!!!!!!!!” aku mendekati Rian sambil menahan geram. Teman-teman yang lain malah pada ngakak. Aseemmm… Dan hasilnya, tak dapat dihindari lagi, aku dan Rian saling kejar di sekeliling lapangan. Jadi bahan tontonan deehh..
Huuuuuuuuuuhhhh.. daripada capek-capek ngejar makhluk kurang ajar macem Rian, akhirnya aku memlilih duduk kembali. Menahan emosiku.
Si Rian pun akhirnya merasa bersalah dan mengambilkan tas biruku.
“Ni lah Din, kasian aku sama kamu,” katanya tanpa dosa.
“Youreyes laaah!!” kataku, menyambar tas biru dari kedua tangannya.
“Jangan marah ya Din, tadi kan Cuma becanda.. hehe,”
“Yooo,”
Saat perjalanan pulang, aku berjalan gontai menyusuri sepanjang jalan hitam beraspal itu.
“Hari ini sial banget sihhhh!!!! Bener-bener tragedy!!”
Tiba di rumah..
“Kok sepi? Buuu???? Mbaakkk??” tak ada jawaban dari orang-orang rumah.
Aku pun memasuki kamarku. Aku meletakkan ranselku dan duduk di dipan. Saat sedang bersantai-santai, mataku menangkap sepucuk kertas di atas meja.
“Kertas apa tuh?” aku pun menghampiri dan mengambilnya.
Din, ibu sama bapak pergi ke Karang, ada sodara yang hajatan. Mba’ Dian juga ikut. Kamu tadi mau di ajak tapi masih sekolah. Jadi kamu tunggu rumah aja ya. Kemungkinan bapak, ibu, sama mba’ Dian nginep. Jaga rumah, ya, Din…
Salam manis,
Ibu.
“Aaaaaaaaaaaaarrrrrrrgggggggggggghhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!! RABO SIALAAAAAAAAAANNN!!!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar